Jumat, 25 Juni 2010

Gerhana Bulan Sabtu, 26 Juni 2010 dan Pengukuran Arah Kiblat dengan Cahaya Bulan

Pada akhir bulan Juni, tepatnya pada hari Sabtu tanggal 26 Juni 2010 masyarakat Indonesia, Malaysia, Brunai, Singapura, dan kota-kota lain di beberapa negara di dunia akan menyaksikan peristiwa Gerhana Bulan Sebagian (GBS).
Di Yogyakarta lokasi pengamatannya direncanakan di Utara panggung sendratari prambanan, tepatnya di sekitar area lapangan Lintang: 07 45' 04.11" LS dan Bujur: 110 29' 20.27"
Peristiwa gerhana konon menurut cerita rakyat terjadi karena matahari atau bulan dimakan oleh bathara kala, sehingga masyarakat awam diharuskan memukuli benda-benda yang dapat bersuara nyaring, agar bathara kala memuntahkan matahari atau bulan. Tapi sekarang sejak manusia dapat menggunakan nalarnya kejadian memukuli benda sudah tidak ada lagi, atau orang yang hamil harus sembunyi di kolong pun sudah tidak dilakukan lagi.
Pada masa Rasulullah saw pun ketika terjadi gerhana matahari, muncul beberapa pendapat yang dikaitkan dengan meninggalnya putra Rasulullah yang bernama Ibrahim, tapi kemudian segera diluruskan oleh beliau, bahwa kejadian gerhana hanya peristiwa biasa sebagai tanda kekuasaan Allah SWT, bukan karena kematian atau kelahiran seseorang. Oleh karena itu, jika menyaksikan gerhana disunnahkan melakukan salat gerhana, banyak bersedekah, dan berzikir sebagai ungkapan rasa syukur terhadap nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita semua.
Peristiwa gerhana sebenarnya jika diilustrasikan dengan peroses jalannya jarum pendek dan jarum panjang pada jam waktu, di mana jarum panjang dipadankan dengan bulan yang berjalan relatif lebih cepat (12 angka), sedangkan jarum pendek diilustrasikan dengan matahari yang jalannya agak lambat (satu angka), tapi kedua jarum itu akan bertemu pada satu titik setelah lebih dari satu jam kemudian. Artinya jika ilustrasi jam waktu itu lebih sederhana, maka peristiwa gerhana pun dapat diprediksi kapan akan terjadinya di kemudian hari.
Pengamatan GBS 26 Juni 2010 rencananya akan dipusatkan di Prambanan yang dikoordinasi oleh Planetarium Jakarta bekerjasama dengan Jogja Astro Club (JAC), Rukyat Hilal Indonesia (RHI), Pusat Konsultasi Bantuan Hukum Islam (PKBHI) FIAI UII, dan Sekolah-Sekolah SLTP serta SLTA di sekitar Prambanan, dan beberapa sekolah lainnya dan Club astronomi amatir lainnya, dan akan dilakukan sejak dari tanggal 25 s.d. 26 Juni 2010.
GBS 26 Juni2010 akan diamati dari bagian Barat Prambanan. Dengan demikian, pada saat matahari terbenam pukul 17:31 WIB Bulan sudah terbit dan dapat diamati di Azimuth: 114 06' 51.06" dengan ketinggian 0 51' 38.82"
Selanjutnya Bulan yang sedang proses Gerhana karena tertutup bayangan Bumi akan naik, dari celah bagian selatan candi Syiwa agak sedikit ke Utara, pada pukul 18:00 WIB Bulan berada di posisi ketinggian 6 48' 31.14" pada Azimuth: 113 21' 45.2" dan pada pukul 18:30 WIB naik lagi pada posisi ketinggian: 13 16' 19.5" dan di Azimuth: 112 53' 58.9".
Pada pukul 19:00 WIB posisi Bulan berada pada ketinggian: 19 47' 54.84" dan Azimuthnya: 112 46' 15.6", kemudian cahaya bulan semakin besar kembali dengan kata lain Gerhana menuju masa akhir. Posisi Bulan yang masih dalam keadaan Gerhana pada pukul 19:30 berada pada ketinggian: 26 20' 47.28" dan Azimuthnya: 113 00' 43.56".
Gerhana Bulan Sebagian akan berakhir menjelang pukul 20:00 WIB (yang dapat diamati dengan mata telanjang) pada saat posisi Bulan berada pada ketinggian: 32 53' 23.52" sedangkan Azimuthnya: 113 41' 30.9".
Rencana pengamatan GBS 26 Juni 2010 akan diikuti dan disaksikan oleh masyarakat Yogyakarta, Jawa tengah dan sekitarnya. Oleh karena itu, sesuai dengan Sunnah Rasulullah saw, maka selain pengamatan GBS, juga akan dilakukan salat gerhana di lokasi pengamatan tersebut. Dengan demikian, sebaiknya disiapkan pakaian yang suci, agar dalam pengamatan GBS Juni 2010 ini, selain dapat melakukan observasi untuk menelaah hasil perhitungan (Hisab) Gerhana bulan dengan realitas kejadiannya di lapangan, juga dapat menunaikan ibadah salat Khusuf al Qamar, sehingga akan diperoleh nilai ganda, yaitu pengamatan ilmiah dan sekaligus bernilai ibadah. Semoga venomena alam GBS juni 2010 dapat membangkitkan kesadaran untuk beribadah sekaligus ilmiah di kalangan masyarakat di Indonesia.
Setelah pukul 19:43 WIB GBS mulai mengecil kembali, karena bayangan Bumi yang menutupi Bulan kecil, sehingga cahaya Bulan akan mulai bereperoses semakin besar dan akan berakhir pada pukul 19: 58 WIB, meskipun demikian sebenarnya Bulan masih dalam keadaan Gerhana yang tidak dapat teramati dengan mata telanjang.

Bayangan bulan & Arah kiblat
Bayangan Bulan pasca Gerhana dapat dimanfaatkan untuk mengetahui arah kiblat di beberapa kota di Indonesia, misalnya: di Palembang Bayangan bulan akan searah dengan kiblat pada pukul 19:34 WIB, Bandar Lampung pada pukul 20:27 WIB, Serang Banten pada pukul 20:19 WIB, Jakarta pada pukul 20:17 WIB, Bandung pada pukul 20:35 WIB, Semarang pada pukul 20:14 WIB, Yogyakarta pada pukul 20:27 WIB, Surabaya pada pukul 19:54 WIB, dan Denpasar bali pada pukul 20:59 WITA.
Di samping itu, dalam ajaran syari’at Islam kejadian Gerhana Bulan itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT (ayat-ayat Allah) yang terjadi di setiap bulan purnama, dimana dalam ajaran Islam dikenal adanya istilah yaum al biyd (hari putih), tepat pada hari ke- 13, 14, dan 15 bulan Hijriyah disunnahkan melakukan ibadah puasa. Dengan demikian, pada peristiwa GBS 26 Juni 2010 H. ini berkumpul tiga bentuk kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan ibadah umat Islam. Yaitu aktivitas ilmiah pengamatan gerhana agar antara perhitungan dan realitas kejadian di lapangan tidak terjadi kesenjangan, bahkan diperoleh hasil yang serasi antara teori dan praktik rukyat.
Kedua melakukan salat gerhana bulan sebagai bentuk mensyukuri nikmat Allah yang telah memberikan berbagai pengetahuan dan kesehatan kepada kita semua, dan Ketiga memanfaatkan momentum Gerhana yang terjadi pada saat senja atau magrib, karena setelah beberapa saat kemudian ternyata bayangan bulan pasca gerhana atau ada yang masih dalam keadaan gerhana dapat dimanfaatkan untuk mengetahui arah kiblat, karena di beberapa kota, bayangan bulan akan menunjuk-kan ke arah kiblat.
Atas dasar pemanfaatan venomena alam dalam bentuk gerhana bulan dan rentetannya dapat digunakan untuk mengetahui arah kiblat, sehingga bagi umat Islam tidak ada alasan bahwa mengetahui dan mengukur arah kiblat itu adalah sulit.
Oleh karena itu, masihkah Fatwa MUI no. 3 tahun 2010 yang menyatakan bahwa kiblat orang di Indonesia adalah ke arah Barat, sangat tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan, karena anak SD sekalipun tahu bahwa arah barat dari Indonesia itu bukan ke kota Mekah, tapi ke Afrika Selatan. Dengan demikian, sepatutnya Fatwa tersebut tidak dapat dipertahankan eksistensinya.
Yogyakarta, 25 Juni 2010

Catatan:
Drs. H. Sofwan Jannah, M Ag. Adalah Kepala PKBHI (Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam) dan Dosen Ilmu Falak Prodi Syari’ah FIAI UII